DISKOMINFO LAMSEL, Sragi - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung
Selatan dalam hal ini Bupati Lampung Selatan, Radityo Egi Pratama, terus
mendorong inovasi di sektor pertanian melalui pendekatan kolaboratif pentahelix
guna meningkatkan produktivitas lahan dan kesejahteraan petani.
Salah satu terobosan yang kini
menjadi perhatian adalah penerapan program Padi Biosalin (Bio Salinity Tolerant Rice) di Desa Bandar Agung, Kecamatan Sragi.
Program ini berhasil mengubah lahan bekas tambak udang yang berair asin menjadi
hamparan sawah produktif.
Kepala Dinas Komunikasi dan
Informatika (Kominfo) Lampung Selatan, Anasrullah, bersama Ketua BPH Yayasan
Batutta Bangun Negeri Universitas Indonesia Mandiri (UIM) Toto Priyana,
Direktur Riset, Inkubasi Bisnis, dan Kualitas UIM Sigit Apriyanto, meninjau
langsung lahan percontohan milik Kardiyansyah, anggota kelompok tani setempat
yang menjadi pionir penerapan teknologi tersebut, Jumat (24/10/2025).
Turut hadir dalam kunjungan
itu, Ketua Dekopinda Lampung Selatan, Rudi Topan, Kepala Desa Sidoasih, Kepala
Desa Bandar Agung, serta sejumlah tokoh masyarakat sekitar.
Inovasi Padi Biosalin digagas
oleh tokoh masyarakat, Kang Jalu, yang berupaya memanfaatkan lahan pesisir
terdampak intrusi air laut agar tetap produktif.
“Ladang ini dulunya tambak
udang dengan air payau. Kami ingin membuktikan bahwa tanah seperti ini tetap
bisa produktif jika ditanami varietas yang tepat,” ujar Jalu di lokasi.
Ia menjelaskan, uji coba
dilakukan di lahan dengan kadar garam tinggi dan hasilnya menunjukkan varietas
Padi Biosalin mampu tumbuh serta berproduksi dengan baik.
“Ke depan, kami akan terus mendorong masyarakat memanfaatkan lahan-lahan tidur. Meski airnya payau atau asin, padi ini tetap bisa tumbuh dan memberikan hasil,” tambahnya.
Kadis Kominfo Lampung Selatan
Anasrullah menilai, keberhasilan Padi Biosalin merupakan langkah cerdas dalam
memanfaatkan lahan pesisir yang selama ini dianggap tidak potensial.
“Ini solusi nyata bagi
masyarakat di kawasan pantai. Saat musim kemarau dan pasokan air tawar
terbatas, petani tetap bisa memanfaatkan air laut untuk bercocok tanam. Dengan
begitu, roda ekonomi masyarakat tetap bergerak,” ujarnya.
Ia menambahkan, inovasi
pertanian adaptif seperti Biosalin menjadi bukti nyata bahwa teknologi mampu
menjawab tantangan perubahan iklim dan keterbatasan sumber daya alam.
Sementara itu, Direktur Riset,
Inkubasi Bisnis, dan Kualitas UIM, Sigit Apriyanto menyebut pengembangan Padi
Biosalin di lahan bekas tambak merupakan langkah strategis menuju pertanian
berkelanjutan.
“Upaya ini tidak hanya
meningkatkan produktivitas dan nilai tambah hasil pertanian, tetapi juga
memperkuat sinergi pentahelix antara akademisi, pemerintah, dan swasta dalam
membangun ekosistem pertanian adaptif dan berdaya saing tinggi,” jelasnya.
Dengan hasil yang menjanjikan,
program Padi Biosalin diharapkan menjadi model pertanian adaptif di Lampung
Selatan, membuka peluang baru bagi petani pesisir sekaligus memperkuat
ketahanan pangan daerah. (Gil)