DISKOMINFO LAMSEL, Kalianda - Indonesia menghadapi ancaman serius!
Ledakan jumlah perokok anak dan makin meluasnya konsumsi rokok elektronik
membuat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) angkat bicara.
Pemerintah daerah (Pemda)
didesak untuk segera menyusun dan menuntaskan regulasi Kawasan Tanpa Rokok
(KTR), jika tidak ingin menghadapi krisis kesehatan generasi muda.
Desakan itu disampaikan
langsung Menteri Kesehatan RI, Ir. Budi Gunadi Sadikin, CHFC, CLU, dalam Rapat
Koordinasi Nasional Perangkat Daerah Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok secara
virtual terkait sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 dan
Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pada
Kamis (12/6/2025).
Rakor tersebut juga diikuti
oleh Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Lampung Selatan, Intji
Indriati, beserta sejumlah pejabat daerah terkait melalui Zoom Meeting dari Ruang Rapat Sekda, Kantor Bupati Lampung Selatan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi
Sadikin menegaskan, Pemda hanya diberi waktu maksimal 3 bulan untuk merampungkan
Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tentang KTR. Percepatan
ini merupakan bentuk keprihatinan mendalam terhadap tren merokok, terutama di
kalangan anak-anak.
“Masalah rokok ini sangat
serius. Apalagi penggunaan rokok elektronik di kalangan anak meningkat tajam,
prevalensinya naik dua kali lipat. Karena rasa-rasa itu, anak-anak makin
tertarik,” kata Budi Gunadi dengan nada prihatin.
Budi Gunadi Sadikin menilai, bahwa generasi emas Indonesia bisa terancam menjadi generasi sakit jika KTR ini tidak ditegaskan. Paru-paru anak-anak yang rentan terhadap pneumonia dan penyakit pernapasan lainnya, akan semakin terancam jika tak ada langkah nyata.
Data Mengerikan: Regulasi Belum Merata
Hingga kini, baru 209
kabupaten/kota yang telah memiliki Perda dan Perkada KTR. Sementara 168 daerah
baru memiliki Perda tanpa Perkada, dan 28 kabupaten/kota belum memiliki
regulasi sama sekali.
“Menurut WHO, rokok adalah
penyebab kematian tertinggi kedua di dunia. Di Indonesia, rokok berada di
posisi ketiga setelah stroke dan jantung, yang semuanya berkaitan dengan
tekanan darah tinggi, gula, dan tentu saja rokok,” tegas Menkes Budi Gunadi
Sadikin.
Sementara, Ketua Komnas
Pengendalian Tembakau, Prof. Dr. Hasbullah Thabrany, MPH, DrPH, juga
menyampaikan peringatan keras.
Menurutnya, masyarakat belum
menyadari bahwa cukai rokok adalah bentuk “denda” atas gaya hidup tidak sehat,
bukan sekadar sumber pemasukan negara.
“Kalau ini tidak dikendalikan,
artinya kita sedang menghancurkan masa depan anak-anak kita. Rokok itu zat
adiktif. Indonesia perlu memahami bahwa cukai rokok bukan pemasukan semata,
tapi peringatan keras bahwa itu adalah perilaku berisiko," kata Hasbullah.
(ptm)